JUDUL

Kamis, 25 Februari 2010


Analisis Pendapatan dan Produktivitas Usahatani Jagung Hibrida BISI dan Non BISI ( Studi Kasus Di Desa Sumengko, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur)

Jagung ( Zea mays linn) merupakan salah satu komoditas pangan yang sudah sjak lama diusahakan oleh para petani Indonesia. Peran jagung sebagai pengganti beras dan makanan tambahan sangat berfluktuasi permintaannya. Disamping untuk memenuhi kebutuhan manusia, jagung diproduksi untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak. Kebutuhan jagung tidak setiap saat terpenuhi. Walaupun mudah diusahakan dan ditanam, namun pada saat tertentu persediaan jagung dipasaran bebas berkurang.meskipun ada harganya cukup tinggi.
Salah satu peningkatan produksi jagung adalah menggunakan benih jagung hibrida yang berdaya hasil tinggi ( Anonymous, 2005). Jagung hibrida memeiliki beberapa keunggulan dalam segi produksi karena umur tanamannya pendek, daya tumbuhnya tinggi dan perawatannya mudah. Selain itu jagung hibrida juga memiliki ketahanan terhadap penyakit yang sering menyerang. Keunggulan yang dimiliki oleh jagung hibrida ini dapat memberika keungtungan lebih kepada petani ( AAK, 2003).
Produktivitas jgung juga dipengaruhi oleh faktor faktor produksi lain seperti lahan, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan lain – lain. Penggunaan faktor – faktor produksi secara efisien dapat meningkatkan produktivitas jagung hibrida. Peningkatan produktivitas jagung hibrida akan memberika keuntungan maksimal bagi usahatani jagung hibrida.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah ada perbedaan pendapatan diterima oleh usahatani jagung hibrida denga varietas BISI dan Non BISI, untuk menduga parameter fungsi produksi yang berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas jagung hibrida.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah diduga pendapatan usaha tani jagung hibrida varietas BISI dan Non BISI, diduga faktor yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung hibrida adalah lahan, pupuk, tenaga kerja, dan varietas benih yang digunakan.
Data yang dikumpulakan dari penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari petani secara langsung melalui wawancara. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian kabupaten Ngajuk dan Kantor Kepala Desa Sumengko. Model analisis data yang digunakan adalah perhitungan biaya, penerimaan pendapatan , analisis efesiensi usahatani ( R/C Ratio), Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglass ( Analisi regresi) dan analisis andil faktor.
Biaya usaha tani jagung hibrida adalah seluruh biaya yang benar benar dikeluarkan oleh petani ( Paid out Cost) dalam usahatani jagung hibrida baik berupa uang maupun barang dan biaya yang tidak dibayarkan seperti faktor produksi yang berasal dari dalam rumah tangga petani jagung hibrida itu sendiri. Biaya usahatani meliputi biaya tetap dan biaya variabel.
Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli faktor – faktor produksi yang tidak habis dipergunakan dalam sekali oroses produksi, meliputi sewa lahan dan penyusutan alat – lat pertanian. Besarnya rata –rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh petani responden jagung hibrida varietas BISI untuk sewa lahan sebesar Rp2.389.111 dan penyusutan alat sebesar Rp 51.049 sedangkan jagung varietas Non BISI untuk sewa lahan sebesar Rp 2.572.814 dan penyusunan alat sebesar Rp 63.500. Jadi total biaya tetap dari usahatani jagung hibrida BISI berjumlah sebesar Rp 2.449.160 dan jagung Non BISI berjumlah sebesar Rp 2.636.314 (Komala, 2007).
Biaya variabel adalah biaya jumlahnya dapat berubah – ubah sesuai dengan perubahan kuantitas produk yang dihasilkan. Biaya variabel terdiri dari biaya untuk pembelian sarana produksi atau input lancar yang digunakan dalam usahatani, antara lain: benih, pupuk, pestisida, dan biaya tenaga kerja. Besarnya biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani responden jagung hibrida dari kedua variatas untuk benih BISI sebesar Rp528.444, Pupuk sebesar Rp 1.552.815, pestisida sebesar Rp 71.909, dan tenaga kerja sebesar Rp 2.291.441 sedangkan untuk benih Non BISI sebesar Rp 856.907, pupuk sebesar Rp 1.276.195, pestisida sebesar Rp 77.500, dan tenaga kerja sebesar Rp 2.179.006. jadi total biaya variabel dari usahatani jagung Varietas BISI sebesar Rp 4.444.548 dan jagung varietas Non BISI sebesar Rp 4.389.613 (Komala, 2007).
Pada usahatani jagung hibrida varietas BISI dan Non BISI, selain biaya tetap dan biaya tidak tetap masih terdapat biaya lain – lain yaitu berupa biaya sewa diesel dan biaya angkut yang dikeluarkan saat pasca panen. Untuk sewa diesel sebesar Rp 1.015.682 dan biaya angkut sebesar Rp 443.518 pada usahatani jagung varietas BISI sedangkan biaya sewa diesel sebesar Rp 1.123.129 dan biaya angkut sebesar Rp 434.89. jadi total biaya lain – lain untuk varietas BISI sebesar Rp1.495.200 dan Non BISI sebesar Rp 1.558.019 (Komala, 2007).
Adapun biaya total usahatani untuk varietas BISI sebesar Rp 8.351.278 dari biaya tetap ( Fixed Cost) sebesar Rp 2.449.160, biaya variabel ( variabel Cost) sebesar Rp 4.444.584, biaya lain –lain sebesar Rp 1.459.200 adapun biaya total dari usahatani variatas jagung Non BISI sebesar Rp 8.642.671 terdiri dari biaya tetap ( Fixed Cost) sebesar Rp 2.636.314, biaya variabel ( variabel Cost ) sebesar Rp 4.389.613, dan Biaya lain – lain sebesar Rp 1.558.019 (Komala, 2007). Selisih biaya total dari kedua variatas jagung sebesar Rp 291.393. jadi biaya total untuk varietas BISI lebih rendah daripada variatas Non BISI (Komala, 2007).
Analisis Break Event Point adalah suatu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan (Riyanto, 1997). Analisis Break Event Point dalam perencanaan keuntungan merupakan suatu pendekatan perencanaan keuntungan yang mendasarkan pada hubungan antara cost (biaya) dengan revenu (penghasilan penjualan). Untuk analisis Break Event Point dari kedua uasahatani Varietas Jugung BISI dan Non BISI yaitu:
Diketahui :
-          Produksi jagung BISI = 9.408,25 Kg
-          Produksi jagung Non BISI = 7.255,56 Kg
-          Biaya Variabel jagung BISI = Rp 4.444.584
-          Biaya Variabel jagung Non BISI = Rp 4.389.613
-          Biaya Tetap jagung BISI = Rp 2.449.160
-          Biaya Tetap Jagung Non BISI = Rp 2.636.314
-          Harga jual kedua varietas jagung = Rp 2000
Ditanya: Break Event Point?
Keuntungan?
Jawab :
1        Jagung BISI
1.1               VC per Kg = 
=
= Rp 472,41

1.2              BEP Unit =  

=
= Rp 1603,28 Kg
1.3.



= 2.449.160
    1 – 472,41
2000
=  Rp 3. 205.706,80




2.1 VC per Kg = 
=
= Rp 604,99

2.2  BEP Unit =  
=

                                      = Rp 1889,81 Kg
2.3



= 2.636.314
1-      604,99
   2000
=  Rp 3.776.954,15



2          Jagung Non BISI       











3        Selisih keuntungan dari kedua Varietas Jagung BISI dan Non BISI
3.1.      Total penerimaan Varietas Jagung BISI = Produksi x Harga jual
 = 9.408,25 x  2000
 = Rp 18.816.500
3.2       Total Penerimaan Varietas Jagung Non BISI = Produksi x Harga Jual
  = 7.255,56 x 2000
  = Rp 14.511.120

3.3        Total Cost (TC) varietas jagung BISI = Biaya tetap + Biaya variabel
  = 2.449.160 + 4.444.584
  = Rp 6.893.744
Total Cost (TC) varietas jagung Non BISI = Biaya tetap + Biaya variabel
= 2.636.314 + 4.389.613
=  Rp 7.025.927

3.4  Keuntungan varietas jagung BISI = TR (Total Revenue) - TC (Total Cost)
= 18.816.500 - 6.893.744
= Rp 11.922.756
Keuntungan Varietas jagung Non BISI = TR (Total Revenue) - TC (Total Cost)
=  14.511.120 - 7.025.927
= Rp 7.485.193
Hal ini menunjukkan bahwa usahatani jagung hibrida untuk kedua varietas yang dilakukan didaerah penelitian sama – sama menguntungkan. Dilihat dari analisis biayanya dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung hibrida varietas BISI lebih menguntungkan daripada usahatani varietas Non BISI.









Daftar Pustaka
AAK. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius. Yogyakarta
Anoymous. 2005. Jagung. Available at // http: id.wikipedia.org/wiki/jagung.jakarta
Komala, Septi. 2008. Analisis Pendapatan dan Produktivitas Usahatani Jagung Hibrida Varietas BISI dan Non BISI Di Desa Sumengko, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Naanjuk, Jawa Timur. Fakultas Pertanian.Malang

















MAKALAH USAHA TANI
“ Biaya dan Pendapatan Usahatani”
Disusun untuk Melengkapi Tugas Modul IV Mata Kuliah Usahatani




Andrean Eka H.          0810440014
Anita Suharyani          0810440018
Arby Septin N.            08100440019
Ardiyanto Bagus L.    0810440022
Cerianingtyas R.         0810440039
Dhani Yudi P              0810440052
Dyah Evy N.               0810440058
Emila Sa’adah             0810440062
Nuriskiyaningsih         0810440256
Sholikha Fitroh N.P.   0810440275
Sistyarahma A.            0810440277
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2009




usaha tani agribisnis


PENDAHULUAN
Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya. Dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran atau output yang melebihi masukan atau input (Soekartawi, 2006). Pengertian efisiensi sangat relatif, efisiensi diartikan sebagai penggunaan input sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya.
Soekartawi (2001) mengemukakan bahwa Prinsip optimalisasi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut seefisien mungkin. Dalam terminologi ilmu ekonomi, maka pengertian efisien ini dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif (efisiensi harga), dan efisiensi ekonomi. Kondisi efisiensi harga yang sering dipakai sebagai patokan yaitu bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produk marginal suatu input sama dengan harga faktor produksi atau input tersebut (Soekartawi, 2001).
Pertanian organik tidak sebatas hanya meniadakan penggunaan asupan eksternal sintetis, tetapi juga pemanfaatan sumber-sumber alam secara berkelanjutan, produksi makanan sehat dan menghemat energi. Aspek ekonomi dapat berkelanjutan bila produksi pertaniannya mampu mencukupi kebutuhan dan memberikan pendapatan yang cukup untuk melaksanaan keberlanjutan penghidupan.
Budidaya pertanian organik mengintikan pada keselarasan alam, melalui keragaman hayati dan pengoptimalan penggunaan asupan alami yang berada di sekitar melalui proses daur ulang bahan-bahan alami. Dalam proses budidayanya, dari persiapan lahan hingga pemanenan tidak dapat dilepaskan dengan interaksi kedua hal tersebut. Peralihan ke pertanian organis memerlukan pola pikir yang baru pula. Seluruh anggota keluarga yang terlibat dalam pengelolaan lahan harus siap dalam melakukan perubahan-perubahan dalam banyak aspek. Yang pertama dan terpenting adalah cara pandang petani itu sendiri terhadap pertanian organik.
Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif kalau nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi kalau usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga (Soekartawi, 2001).
1.      Faktor – faktor Produksi yang Digunakan
Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan korbanan produksi. Faktor produksi memang sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan faktor – faktor produksi dibagi menjadi empat yaitu:
a.       Faktor produksi lahan
Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan darimana hasil produksi ke luar. Faktor produksi tanah mempunyai kedudukan paling penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima oleh tanah dibandingkan faktor-faktor produksi lainnya (Mubyarto, 1995).Potensi ekonomi lahan pertanian organik dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang berperan dalam perubahan biaya dan pendapatan ekonomi lahan. Setiap lahan memiliki potensi ekonomi bervariasi (kondisi produksi dan pemasaran), karena lahan pertanian memiliki karakteristik berbeda yang disesuaikan dengan kondisi lahan tersebut.
Maka faktor-faktornya bervariasi dari satu lahan ke lahan yang lain dan dari satu negara ke negara yang lain. Secara umum, semakin banyak perubahan dan adopsi yang diperlukan dalam lahan pertanian, semakin tinggi pula resiko ekonomi yang ditanggung untuk perubahan-perubahan tersebut. Kemampuan ekonomi suatu lahan dapat diukur dari keuntungan yang didapat oleh petani dalam bentuk pendapatannya. Keuntungan ini bergantung pada kondisi-kondisi produksi dan pemasaran. Keuntungan merupakan selisih antara biaya (costs) dan hasil (returns).
b.      Faktor Modal ( Sarana Produksi)
Dalam kegiatan proses produksi pertanian organik, maka modal dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tetap dan tidak tetap. Perbedaan tersebut disebabkan karena ciri yang dimiliki oleh model tersebut. Faktor produksi seperti tanah, bangunan, dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam kategori modal tetap. Dengan demikian modal tetap didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi tersebut. Peristiwa ini terjadi dalam waktu yang relative pendek dan tidak berlaku untuk jangka panjang (Soekartawi, 2003).
Sebaliknya dengan modal tidak tetap atau modal variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali dalam proses produksi tersebut, misalnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan, atau yang dibayarkan untuk pembayaran tenaga kerja.
Besar kecilnya modal dalam usaha pertanian tergantung dari :
1)      Skala usaha, besar kecilnya skala usaha sangat menentukan besar-kecilnya modal yang dipakai makin besar skala usaha makin besar pula modal yang dipakai.
2)      Macam komoditas, komoditas tertentu dalam proses produksi pertanian juga menentukan besar-kecilnya modal yang dipakai.
3)      Tersedianya kredit sangat menentukan keberhasilan suatu usahatani (Soekartawi,2003).
c.       Faktor Tenaga Kerja
Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah :
1)      Tersedianya tenaga kerja
Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja.
2)      Kualitas tenaga kerja
Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu, dan ini tersedianya adalah dalam jumlah yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga kerja ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi. Sering dijumpai alat-alat teknologi canggih tidak dioperasikan karena belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai klasifikasi untuk mengoperasikan alat tersebut.


3)      Jenis kelamin
Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita mengerjakan tanam.
4)      Tenaga kerja musiman
Pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan tenaga kerja musiman dan pengangguran tenaga kerja musiman. Bila terjadi pengangguran semacam ini, maka konsekuensinya juga terjadi migrasi atau urbanisasi musiman (Soekartawi, 2003).
Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri. Tenaga kerja keluarga ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak perlu dinilai dengan uang tetapi terkadang juga membutuhkan tenaga kerja tambahan misalnya dalam penggarapan tanah baik dalam bentuk pekerjaan ternak maupun tenaga kerja langsung sehingga besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh jenis kelamin. Upah tenaga kerja pria umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan upah tenaga kerja wanita. Upah tenaga kerja ternak umumnya lebih tinggi daripada upah tenaga kerja manusia ( Mubyarto, 1995).
d.      Faktor Menejemen
Manajemen terdiri dari merencanakan, mengorganisasikan dan melaksanakan serta mengevalusi suatu proses produksi. Karena proses produksi ini melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari berbagai tingkatan, maka manajemen berarti pula bagaimana mengelola orang-orang tersebut dalam tingkatan atau dalam tahapan proses produksi (Soekartawi, 2003).
Faktor manajemen dipengaruhi oleh:
1)      tingkat pendidikan
2)      Pengalaman berusahatani
3)      Skala usaha.
4)      Besar kecilnya kredit
5)      Macam komoditas.
Menurut Entang dalam Tahir Marzuki (2005), perencanaan usahatani akan menolong keluarga tani di pedesaan. Diantaranya pertama, mendidik para petani agar mampu berpikir dalam menciptakan suatu gagasan yang dapat menguntungkan usahataninya. Kedua, mendidik para petani agar mampu mangambil sikap atau suatu keputusan yang tegas dan tepat serta harus didasarkan pada pertimbangan yang ada. Ketiga, membantu petani dalam memperincikan secara jelas kebutuhan sarana produksi yang diperlukan seperti bibit unggul, pupuk dan obat-obatan. Keempat, membantu petani dalam mendapatkan kredit utang yang akan dipinjamnya sekaligus juga dengan cara-cara pengembaliannya. Kelima, membantu dalam meramalkan jumlah produksi dan pendapatan yang diharapkan.
Soekartawi (2005) Perencanaan input-input dan sarana produksi mencakup kegiatan mengidentifikasi input-input dan sarana produksi yang dibutuhkan, baik dari segi jenis, jumlah dan mutu atau spesifikasinya. Setelah itu maka disusun rencana dan sistem pengadaannya dua hal mendasar yang perlu menjadi titik perhatian dalam memilih sistem pengadaan adalah membuat sendiri atau membeli.
Pengorganisasian mengenai sumberdaya berupa input-input dan sarana produksi yang akan digunakan akan sangat berguna bagi pencapaian efisiensi usaha dan waktu. Pengorganisasian tersebut terutama menyangkut bagaimana mengalokasikan berbagai input dan fasilitas yang akan digunakan dalam proses produksi sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pencapaian efektivitas dalam pengorganisasian menekankan pada penempatan fasilitas dan input-input secara tepat dalam suatu rangkaian proses, baik dari segi jumlah maupun mutu dan kapasitas. Dilain pihak, pencapaian efisiensi dalam pengorganisasian input-input dan fasilitas produksi lebih mengarah kepada optimasi penggunaan berbagai sumberdaya tersebut sehingga dapat dihasilkan output maksimum dengan biaya minimum. Dalam usahatani pengorganisasian input-input dan fasilitas produksi menjadi penentu dalam pencapaian optimalitas alokasi sumber-sumber produksi (Soekartawi, 2005).
Pengawasan dalam usaha produksi pertanian meliputi pengawasan anggaran, proses, masukan, jadwal kerja yang merupakan upaya untuk memperoleh hasil maksimal dari usaha produksi. Sedangkan evaluasi dilakukan secara berkala mulai saat perencanaan sampai akhir usaha tersebut berlangsung, sehingga jika terjadi penyimpangan dari rencana yang dianggap dapat merugikan maka segera dilakukan pengendalian (Soekartawi, 2005).
Pengawasan pada suatu usahatani meliputi pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi lahan, bibit, pupuk, obat-obatan dan persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian. Dengan pengawasan yang baik terhadap penggunaan faktor-faktor produksi dapat menentukan efisien tidaknya suatu usahatani. Seringkali dijumpai makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan semakin tidak efisien lahan tersebut. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa luasnya lahan mengakibatkan upaya untuk melakukan tindakan yang mengarah pada segi efisiensi akan berkurang disebabkan lemahnya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi bibit, pupuk, obat-obatan dan terbatasnya persediaan modal untuk pembiayaan usaha pertanian dalam skala tersebut. Sebaliknya pada luas lahan yang sempit, upaya pengawasan terhadap faktor produksi semakin baik, sebab diperlukan modal yang tidak terlalu besar sehingga usaha pertanian seperti ini lebih efisien. Meskipun demikian, luasan yang terlalu kecil cenderung menghasilkan usaha yang tidak efisien pula (Soekartawi, 1999).
Selanjutnya dikemukakan bahwa Pengendalian dalam usaha produksi pertanian berfungsi untuk menjamin agar proses produksi berjalan pada rel yang telah direncanakan. Dalam usahatani misalnya pengendalian dapat dilakukan pada masalah kelebihan penggunaan tenaga manusia, penggunaan air, kelebihan biaya pada suatu tahap proses produksi dan lain-lain.
Faktor produksi tersebut berpengaruh pada biaya produksi sedangkan keduanya akan mempengaruhi penerimaan usahatani. Penerimaan usahatani akan terkait dengan jumlah produk yang dihasilkan dengan harga komoditas. Salah satu yang menentukan komoditas adalah jumlah permintaan dan penawaran harga produk dan faktor produksi yang sering mengalami perubahan akan berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diterima. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani adalah luas usaha, tingkat produksi, pilihan kombinasi usaha dan juga intensitas pengusahaan tanaman (Hernanto, 1991).
Pengaruh penggunaan faktor produksi dapat dinyatakan dalam tiga alternatif sebagai berikut :
1.      Decreasing return to scale artinya bahwa proporsi dari penambahan faktor produksi melebihi proporsi pertambahan produksi
2.      Constant return to scale artinya bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh
3.      Increasing return to scale artinya bahwa proporsi dari penambahan faktor produksi akan menghasilkan pertambahan produksi yang lebih besar (Soekartawi,2000).
Keuntungan usahatani dapat dianalisis dengan menggunakan analisis R/C ratio untuk mengetahui apakah usahatani tersebut menguntungkan atau tidak dan analisis fungsi keuntungan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh, analisis biaya per unit untuk mengetahui keuntungan setiap unitnya (kg) (Kartasapoetra, 2001).
Menurut Soekartawi (1999), bahwa dalam melakukan usaha pertanian seorang pengusaha atau petani dapat memaksimumkan keuntungan dengan “Profit Maximization dan Cost Minimization”. Profit maximization adalah mengalokasikan input seefisien mungkin untuk memperoleh output yang maksimal, sedangkan cost minimization adalah menekankan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar.
2.      Dampak Penggunaan Faktor – faktor Produksi
2.1.Faktor Lahan
Penurunan hasil panen bisa terjadi dalam kondisi-kondisi tertentu, terutama jika kesuburan lahan amat rendah akibat kekurangan materi organik tanah. Hal ini dapat mengecewakan petani yang berharap mengalami peningkatan hasil dari sistem organik. Jika demikian situasinya, perlu dinilai secara individu di setiap daerah dan di setiap lahan. Untuk menghindari kekecewaan yang berlebihan, petani yang tertarik untuk beralih ke pertanian organis harus diingatkan untuk bersiap-siap menghadapi penurunan hasil pada tahun-tahun awal dan tidak perlu khawatir karena setelah tiga hingga lima tahun hasil panen akan naik dan memuaskan. Tampaknya perbaikan hasil panen dapat menjadi lebih tinggi pada daerah yang memiliki iklim lembab dengan tanah yang mengandung banyak materi organisnya.
Berdasarkan studi literatur dan bukti empirik di lapangan, setelah masa peralihan dilalui, hasil panen pertanian organik mengalami peningkatan seperti jumlah semula bahkan dapat melebihi. Jadi, pada waktu proses peralihan dari pertanian konvensional ke organis selesai, hasil panen yang didapat sangat positif karena tidak mengalami penurunan.
Selain itu, setelah masa peralihan usai, tanah lahan telah ‘pulih’ dan keanekaragaman hayati di lahan telah mengalami keseimbangan, memberikan kontribusi bagi penurunan biaya produksi seperti biaya sebelum perubahan atau mungkin lebih rendah, mengingat saat itu lahan tidak membutuhkan asupan kimia pertanian (agro kimia) yang sangat mahal harganya karena cukup memanfaatkan sumber-sumber yang ada di lahan itu sendiri.
Hasil/keuntungan tidak hanya bergantung pada jumlah panen tetapi juga harga yang diberikan oleh pasar. Meskipun demikian, pada umumnya petani berharap mendapat harga premium untuk produk-produk organis mereka setelah lahan mereka organik. Tetapi, bilapun harga premium tidak terpenuhi, sebenarnya petani organik untung karena biaya produksi organik lebih rendah dibandingkan non organik.
2.2.Faktor Modal
Rukmana (1997), mengemukakan bahwa benih yang bermutu tinggi yang berasal dari varietas unggul merupakan salah satu faktor penentu untuk memperoleh kepastian hasil usahatani padi organik. Berbagai benih varietas unggul padi dapat dengan mudah diperoleh ditoko-toko sarana produksi pertanian. Benih padi tersebut sudah dikemas dalam kantong plastik dan berlabel sertifikat sehingga petani tinggal menggunakannya. Namun kadang benih padi diproduksi sendiri oleh petani.
Biji padi yang akan dijadikan benih diproses melalui tahap-tahap pengeringan, pemipilan, pengeringan ulang dan pengemasan sesuai dengan kaidah tata laksana pembenihan. Syarat benih jagung yang baik adalah: 1) daya tumbuh minimum 80%. 2) tidak keropos dan berlubang.
3) bebas dari hama dan penyakit 4) murni atau bebas dari campuran varietas lain. 5) berwarna seragam sesuai dengan warna asli suatu varietas. 6) ukuran biji seragam (Rukmana, 1997).
Menurut Marsono dan Sigit (2005), Pupuk sangat bermanfaat dalam menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia ditanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Manfaat utama dari pupuk yang berkaitan dengan sifat fisika tanah yaitu memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi gembur. Pemberian pupuk organik, terutama dapat memperbaiki struktur tanah dengan menyediakan ruang pada tanah untuk udara dan air. Selain menyediakan unsur hara, pemupukan juga membantu mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang seperti N, P, K yang mudah hilang oleh penguapan. Manfaat lain dari pupuk yaitu memperbaiki kemasaman tanah. Tanah yang masam dapat ditingkatkan pHnya menjadi pH optimum dengan pemberian kapur dan pupuk organik.
Modal tetap atau fixed costs (yang tidak secara langsung bergantung pada ukuran produksi) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli atau menyewa tanah, bangunan atau mesin-mesin atau bisa juga biaya yang disediakan untuk menggaji pekerja-pekerja tetap. Upah bagi buruh tani (termasuk bila menggunakan tenaga kerja keluarga) yang bekerja untuk pekerjaan-pekerjaan khusus (misalnya pada waktu panen) tergantung pada ukuran produksi. Ini disebut sebagai modal tidak tetap (variable costs), termasuk biaya yang dikeluarkan untuk membeli asupan (misalnya benih, manur, pestisida). Sebuah lahan bisa dikatakan layak secara ekonomi jika hasil yang didapat melampaui total modal tidak tetap dan penurunan nilai modal tetap. Hasil utamanya berupa uang yang diterima dari penjualan produk yang dihasilkan. Untuk memperhitungkan keuntungan lahan keluarga dan kegiatan-kegiatan lahan, penghematan pengeluaran untuk makan dan pendapatan yang diperoleh dari luar lahan (misalnya sebagai buruh upahan atau dari kegiatan usaha yang lain) harus turut diperhitungkan.
2.3.Faktor Tenaga Kerja
Untuk tenaga kerja, fakta yang terjadi di lapangan, pertanian organik menggunakan tenaga kerja lebih intensif dibanding pertanian konvensional terutama pada masa peralihan. Hal ini dikarenakan pengoptimalan penggunaan bahan-bahan alami di sekitar yang dikelola berdasarkan interaksi biologi dan ekologi, dimana prosesnya dilakukan sendiri dalam komunitas pertanian tersebut. Artinya bahan baku untuk asupan pertanian diperoleh dalam komunitas dengan cara membeli atau barter antar anggota komunitas. Ini dapat menekan biaya produksi yang dikeluarkan, tetapi memerlukan tenaga kerja yang intensif. Kalaupun biaya dikeluarkan untuk memperoleh asupan-asupan pertanian dan menggunakan tenaga kerja setempat, perputaran uang hanya terjadi pada komunitas tersebut dan secara tidak langsung menguatkan tatanan ekonomi dan sosial masyarakat komunitas.
Meskipun di negara-negara tropis tenaga kerja lebih murah dibandingkan harga asupan kimia, para petani dalam jangka waktu panjang tetap mengeluarkan biaya untuk tenaga kerja, baik yang dilakukan sendiri ataupun pekerja upahan. Biaya tenaga kerja dapat dikurangi, dengan menerapkan metode pencegahan dalam budidayanya. Seperti metode tumpang sari dan rotasi tanaman dapat membantu dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pengurangan pengolahan tanah dengan menggunakan penggunaan jerami dari hasil panen, pemberian manur untuk menumbuhkan dan memperkaya kandungan materi organik tanah. Dengan memelihara alam, akhirnya alamlah yang akan memelihara budidaya kita dan memelihara kita.
Praktek pertanian organik yang dilakukan komunitas memberikan kontribusi bagi pengembangan pembangunan pedesaan. Pertanian organik dan pertanian terpadu mewakilkan kesempatan pada semua tingkatan, mendorong ekonomi pedesaan melalui pembangunan berkelanjutan. Malah kesempatan kerja baru di pertanian menjadi bukti dari pertumbuhan sektor organik.
2.4.Faktor Manajemen
Keuntungan usahatani dapat dianalisis dengan menggunakan analisis R/C ratio untuk mengetahui apakah usahatani tersebut menguntungkan atau tidak dan analisis fungsi keuntungan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh, analisis biaya per unit untuk mengetahui keuntungan setiap unitnya (kg) (Kartasapoetra, 2001).
Menurut Soekartawi (1999), bahwa dalam melakukan usaha pertanian seorang pengusaha atau petani dapat memaksimumkan keuntungan dengan “Profit Maximization dan Cost Minimization”. Profit maximization adalah mengalokasikan input seefisien mungkin untuk memperoleh output yang maksimal, sedangkan cost minimization adalah menekankan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Kedua pendekatan tersebut merupakan hubungan antara input dan output produksi yang tidak lain adalah fungsi produksi. Dimana pertambahan output yang diinginkan dapat ditempuh dengan menambah jumlah salah satu dari input yang digunakan.
Begitu pula halnya dengan input yang digunakan dalam usahatani padi organik penambahan input produksi padi akan memberikan tambahan output usahatani padi. Akan tetapi penambahan input tersebut tidak selamanya memberikan tambahan produk. Ada saat dimana penambahan input produksi padi akan menurunkan produksi padi yang dihasilkan. Untuk itu alokasi sumberdaya yang tepat sangat penting dalam mencapai keberhasilan usahatani padi organik.
Cara lain untuk mengurangi biaya produksi dengan menerapkan metode tumpang sari/rotasi tanaman sehingga dapat memelihara keragaman species yang dapat mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT), menggunakan agen hayati lokal untuk membuat pestisida botani sendiri, memproduksi benih dan semaian sendiri, memelihara ternak (untuk mendapatkan manur, susu, telur, daging, dll), membuat pakan ternak di kebun sendiri, saling pinjam-meminjam peralatan dan mesin-mesin dengan tetangga sesama petani dan membeli peralatan yang dibuat secara lokal daripada membeli yang impor, menggunakan bahan-bahan konstruksi yang tersedia di daerah setempat (misalnya bengkel kompos, kandang ternak, alat-alat dll), bergabung dengan petani lain membentuk usaha simpan pinjam agar terhindar dari jeratan tengkulak dengan bunga yang mencekik leher.
3.      Dampak ProgramTerhadap Keberlanjutan Pertanian Masa Depan
Pertanian organik sudah sejak lama kita kenal, saat itu semuanya dilakukan secara tradisonal dan menggunakan bahan-bahan alamiah. Sejalan dengan perkembangan ilmu pertanian dan ledakan populasi manusia maka kebutuhan pangan juga meningkat. Saat itu revolusi hijau di Indonesia memberikan hasil yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan. Dimana penggunaan pupuk kimia sintetis, penanaman varietas unggul berproduksi tinggi (high yield variety), penggunaan pestisida, intensifikasi lahan dan lainnya mengalami peningkatan. Pencemaran pupuk kimia, pestisida dan lainnya akibat kelebihan pemakaian, berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan serta kesehatan manusia.
Pemahaman akan bahaya bahan kimia sintetis dalam jangka waktu lama mulai disadari sehingga dicari alternatif bercocok tanam yang dapat menghasilkan produk yang bebas dari cemaran bahan kimia sintetis serta menjaga lingkungan yang lebih sehat. Sejak itulah mulai dilirik kembali cara pertanian alamiah (back to nature). Pertanian organik modern sangat berbeda dengan pertanian alamiah di jaman dulu. Dalam pertanian organik modern dibutuhkan teknologi bercocok tanam, penyediaan pupuk organik, pengendalian hama dan penyakit menggunakan agen hayati atau mikroba serta manajemen yang baik untuk kesuksesan pertanian organik tersebut. Pertanian organik di definisikan sebagai “sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Lebih lanjut IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movements) menjelaskan pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah.
Pada saat ini bagi pertanian di Indonesia dalam peningkatan hasil produksi yaitu melalui pola pertanian dengan metoda SRI-Organik. Metode ini menekankan pada peningkatan fungsi tanah sebagai media pertumbuhan dan sumber nutrisi tanaman. Melalui sistem ini kesuburan tanah dikembalikan sehingga haur-daur ekologis dapat kembali berlangsung dengan baik dengan memanfaatkan mikroorganisme tanah sebagai penyedia produk metabolit untuk nutrisi tanaman. Melalui metode ini diharapkan kelestarian lingkungan dapat tetap terjaga dengan baik, demikian juga dengan taraf kesehatan manusia dengan tidak digunakannya bahan-bahan kimia untuk pertanian.
4.      Studi Kasus Pada Komoditas Padi
Dalam tataran umum, pertanian organik mengacu kepada prinsip-prinsip diantaranya meningkatkan dan menjaga kealamian lahan dan agro-ekosistem, menghindari eksploitasi berlebihan dan polusi terhadap sumber daya alam, meminimalisasi konsumsi dari energi dan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, menghasilkan nutrisi sehat dalam jumlah yang cukup, dan makanan berkualitas tinggi, memberikan pendapatan yang memadai dalam lingkungan kerja yang aman, selamat dan sehat, mengakui pengetahuan lokal dan sistem pertanian tradisional (kearifan lokal).
Dalam tataran praktis, pertanian organik mengacu kepada prinsip-prinsip diantaranya menjaga dan meningkatkan kesuburan jangka panjang dari tanah, memperkaya siklus bilogikal dalam pertanian, khususnya siklus makanan, memberikan pasokan nitrogen dengan penggunaan secara intensif tanaman yang memfiksasi nitrogen, perlindungan tanaman secara biologikal berdasarkan pada pencegahan daripada pengobatan, keragaman varietas tanaman dan spesies binatang, sesuai dengan kondisi lokal, penolakan pada pupuk kimia, pelindung tanaman, hormon dan pengatur tumbuh, pelarangan terhadap Rekayasa Genetika dan produknya, pelarangan dalam metoda bantuan pemrosesan dan kandungan yang berupa sintetis atau merugikan didalam pemrosesan makanan.
Kondisi alam, cuaca dan budaya masyarakat di Indonesia sangat mendukung sektor pertanian karena tanah Indonesia merupakan tanah yang sangat subur dan produktif sehingga pertanian memang cocok untuk terus dikembangkan. Namun demikian upaya peningkatan produksi instan melalui intensifikasi dengan penggunaan pupuk dan pestisida kimia  membuat kondisi tanah semakin rendah tingkat kesuburannya berakibat turunnya hasil produksi. Untuk mengatasinya para petani mengupayakannya dengan meningkatkan biaya produksi diantaranya berupa peningkatan penggunaan kuantitas dan kualitas benih, pupuk dan pestisida/insektisida. Pada awalnya penambahan biaya produksi ini bisa memberikan peningkatan kepada hasil pertanian, namun untuk selanjutnya tingkat produksi kembali menurun.
Oleh karena itu teroboson inovatif dalam upaya mengembalikan kembali kesuburan tanah dan produktifitas harus dilakukan. Pada saat ini ada harapan sebagai solusi terbaik bagi pertanian di Indonesia dalam peningkatan hasil produksi yaitu melalui pola pertanian dengan metoda SRI-Organik. Metode ini menekankan pada peningkatan fungsi tanah sebagai media pertumbuhan dan sumber nutrisi tanaman. Melalui sistem ini kesuburan tanah dikembalikan sehingga haur-daur ekologis dapat kembali berlangsung dengan baik dengan memanfaatkan mikroorganisme tanah sebagai penyedia produk metabolit untuk nutrisi tanaman. Melalui metode ini diharapkan kelestarian lingkungan dapat tetap terjaga dengan baik, demikian juga dengan taraf kesehatan manusia dengan tidak digunakannya bahan-bahan kimia untuk pertanian.
Pola pertanian padi SRI Organik (beras organik/organic rice) ini merupakan gabungan antara metoda SRI (System of Rice Intensification) yang pertamakali dikembangkan di Madagascar, dengan pertanian organik. Metode ini dikembangkan dengan beberapa prinsip dasar diantaranya pemberian pupuk organik, peningkatan pertumbuhan akar tanaman dengan pengaturan pola penanaman padi yaitu dengan jarak yang renggang, penggunaan bibit tunggal tanpa dilakukan perendaman lahan persawahan.
Pemilihan pengembangan pola tanam padi SRI Organik untuk menghasilkan beras organik (organic rice) yang juga termasuk sebagai beras sehat (healthy rice) berdasarkan pertimbangan beberapa hal berikut :
  • Aspek lingkungan yang baik dengan tidak digunakannya pupuk dan pestisida kimia, serta menggunakan sedikit air (tidak direndam) sehingga terjadi penghematan dalam penggunaan air.
  • Aspek kesehatan yang baik yaitu tidak tertinggalnya residu kimia dalam padi/beras akibat dari pupuk/pestisida kimia juga terjaganya kesehatan para petani karena terhindar dari menghirup uap racun dari pestisida kimia.
  • Produktifitas yang tinggi sebagai hasil dari diterapkannya prinsip penanaman SRI. Untuk lahan yang sudah mulai pulih kesuburan tanah dan ekosistem sawahnya, hasil yang diperoleh bisa mencapai lebih dari 10 ton/hektar dimana dari benih tunggal bisa menghasilkan sampai lebih dari 100 anakan (malai).
  • Kualitas yang tinggi, beras organik (organic rice) yang juga merupakan beras sehat (healthy rice) selain tidak mengandung residu kimia juga aman dikonsumsi oleh para penderita diabet, penyakit jantung, hipertensi dan beberapa penyakit lainnya.
Pengolahan tanah Untuk Tanam padi metode SRI tidak berbeda dengan cara pengolahan
tanah untuk tanam padi cara konvesional yaitu dilakukan untuk mendapatkan struktur tanah
yang lebih baik bagi tanaman, terhidar dari gulma. Pengolahan dilakukan dua minggu
sebelum tanam dengan menggunakan traktor tangan, sampai terbentuk struktur lumpur.
Permukaan tanah diratakan untuk mempermudah mengontrol dan mengendalikan air.
Kebutuhan pupuk organik dan pestisida untuk padi organik metode SRI dapat diperoleh dengan cara mencari dan membuatnya sendiri. Pembuatan kompos sebagai pupuk dilakukan dengan memanfaatkankotoran hewan, sisa tumbuhan dan sampah rumah tangga dengan menggunakan aktifator MOL(Mikro-organisme Lokal) buatan sendiri, begitu pula dengan pestisida dicari dari tumbuhan behasiatsebagai pengendali hama. Dengan demikian biaya yang keluarkan menjadi lebih efisien dan murah. Penggunaan pupuk organik dari musim pertama ke musim berikutnya mengalami penurunan rata-rata25% dari musim sebelumnya. Sedangkan pada metode konvensional pemberian pupuk anorganik darimusim ke musim cenderung meningkat, kondisi ini akan lebih sulit bagi petani konvensional untukdapat meningkatkan produsi apalagi bila dihadapkan pada kelangkaan pupuk dikala musim tanamtiba.Pemupukan dengan bahan organik dapat memperbaiki kondisi tanah baik fisik, kimia maupun biologitanah, sehingga pengolahan tanah untuk metode SRI menjadi lebih mudah dan murah, sedangkanpengolahan tanah yang menggunakan pupuk anorganik terus menerus kondisi tanah semakinkehilangan bahan organik dan kondisi tanah semakin berat, mengakibatkan pengolahan semakin sulit dan biaya akan semakin mahal.
Hasil panen pada metode SRI pada musim pertama tidak jauh berbeda dengan hasil sebelumnya (metode konvensional) dan terus meningkat pada musim berikutnya sejalan dengan meningkatnya bahan organik dan kesehatan tanah.Beras organik yang dihasilkan dari sistem tanam di musimpertama memiliki harga yang sama denganberas dari sistem tanam konvesional, harga ini didasarkan atas dugaan bahwa beras tersebut belumtergolong organik, karena pada lahan tersebut masih ada pupuk kimia yang tersisa dari musim tanamsebelumnya. Dan untuk musim berikutnya dengan menggunakan metode SRI secara berturut-turut,maka sampai musim ke 3 akan diperoleh beras organik dan akan memiki harga yang lebih tinggi dari beras padi dari sistem konvensional.
Secara umum manfaat dari budidaya metode SRI adalah hemat air (tidak digenang), Kebutuhan air hanya 20-30% dari kebutuhan air untuk cara konvensional, memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan ekologi tanah, membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pertisida kimia buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka, membuka lapangan kerja dipedesaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan keluarga petani, menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak mengandung residu kimia, dan mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang
Pada penanaman padi organik harus mengikuti standar ketat untuk produksi dan pengolahan yang ditetapkan oleh badan sertifikasi, membuat dab menyerahkan rencana tahunan yang memperlihatkan bahwa akan memenuhi persyaratan produksi dan pengolahan dari badan sertifikasi, produk hanya dapat disertifikasi “ organik” bila produk ditanam dilahan yang telah bebas dari zat zat terlarang ( misalnya, pestisida dan pupuk kimia buatan)selama tiga tahun sebelum disertifikasi. Tantangan utama dari penanaman awal padi berkaitan dengan pengelolaan hara dan pengendalian gulma, misalnya nitrogen biasanya disediakan melalui penanaman leguminosa penutup tanah, pupuk dari tulang merupakan sumber fosfor murah yang baik ( dengan kadar sekitar 12%). Hal ini cepat berfungsi dan berlangsung sampai enam bulan, sumber lain yaitu dari Rock phosphate yang memiliki rasio 33%, jerami dan pupuk kandang merupakan sumber kalium yang baik dan kalium dapat berkadar tinggi pada air irigasi, gulma dapat dikurangi melalui perataan lahan yang baik, pengelolaan air, pengelolaan tanah, dan rotasi tanaman serta sebagian besar serangga dan penyakit dapat dikendalikan melalui penggunaan varietas yang tepat.